Menu Tutup

Kategori: Unik

Inilah Bermacam Satwa Liar Indonesia Yang Unik Dan Menarik

Inilah Bermacam Satwa Liar Indonesia Yang Unik Dan Menarik

Selain memiliki kepulauan yang luas, Indonesia juga memiliki bermacam satwa liar yang unik dan menarik. namun sebagian besar merupakan satwa endemic, yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia.

Berikut bermacam satwa liar yang terdapat di Indonesia yang paling unik dan menarik:

Komodo (Varanus komodoensis): Sesies kadal terbesar di dunia yang hanya dapat ditemukan secara alami di beberapa pulau di Indonesia, terutama di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di wilayah Nusa Tenggara. nama ilmiahnya adalah Varanus komodoensis.

Anoa: Disebut kerbau kecil yang hidup di hutan hujan tropis dan memiliki dua spesies utama, yaitu Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). dimana hewan endemik itu hanya bisa ditemukan di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton.

Babi Rusa: Sebagai hewan unik yang tampak serupa kombinasi dari babi beserta rusa, termasuk mamalia endemik yang hanya ditemukan di Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi dan beberapa pulau sekitarnya seperti Togian, Sula, dan Maluku Utara.

Maleo (Macrocephalon maleo): Burung endemik yang hanya ditemukan di Pulau Sulawesi, dengan nama ilmiah Macrocephalon maleo (Maleo Senkawor). maka burung itu memiliki panjang sekitar 55 cm dengan ciri khas bulu hitam di bagian atas tubuh, kulit wajah kekuningan, paruh jingga, dan jambul keras berwarna hitam di kepala.

Orangutan: Primata besar yang cerdas dan memiliki perilaku mirip manusia, terdiri dari tiga spesies endemik Indonesia yaitu orangutan Sumatera, Kalimantan, dan Tapanuli. dimana juga hewan ini termasuk dalam genus Pongo dan merupakan satu-satunya genus yang masih hidup dari subfamili Ponginae.

Kukang Jawa (Nycticebus javanicus): Primata nokturnal dengan kelenjar racun di bawah ketiak sebagai pertahanan, termasuk hewan langka yang dilindungi. dimana spesies kukang yang endemik itu hanya ditemukan di Pulau Jawa, terutama di wilayah barat dan tengah pulau tersebut.

Harimau Sumatera (Panthera tigris sondaica): Subspesies harimau yang hanya ditemukan di pulau Sumatera, dan merupakan harimau terkecil di dunia dengan warna bulu oranye cerah dan garis cokelat, sangat langka dan terancam punah.

Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus): Spesies badak paling langka di dunia yang hanya ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat. Badak itu juga dikenal sebagai badak sunda atau badak bercula satu kecil, yang merupakan salah satu dari lima spesies badak yang masih ada di dunia.

Cendrawasih: Burung endemik yang berasal dari wilayah Timur Indonesia, khususnya di Papua, Kepulauan Maluku, dan sekitarnya, termasuk juga Papua Nugini dan Australia bagian timur. Burung itu juga dikenal sebagai Bird of Paradise karena keindahan bulu jantan yang sangat mencolok dan berwarna-warni, dengan kombinasi warna seperti hitam, biru, kuning, merah, cokelat, ungu, hijau, dan putih.

Kera Hitam (Macaca nigra): Primata endemik yang hanya ditemukan di Pulau Sulawesi dengan bulu hitam legam dan beberapa bulu perak di bahu, sangat unik dan langka.

Dengan demikian, begitulah keanekaragaman satwa liar yang unik itu, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara megabiodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.

Akan tetapi perlu digaris bawahi juga, bahwa sebagian satwa unik itu terancam punah karena perburuan liar dan hilangnya habitat. oleh karena itu, pelestarian dan perlindungan satwa liar unik tersebut sangat penting untuk menjaga keanekaragaman hayati Indonesia.

Pria Di AS Satu Ini Aneh, Ia Rela Digigit Ular Berbisa Hingga Ratusan Kali Demi Membantu Para Ilmuwan

Pria Di AS Satu Ini Aneh, Ia Rela Digigit Ular Hingga Ratusan Kali Demi Membantu Para Ilmuwan

Dengan membiarkan ular berbisa menggigit Anda, tentu saja seperti mimpi buruk terhadap banyak orang.

Akan tetapi, aneh dan unik buat Tim Friede, seorang pria yang berasal dari negara bagian Wisconsin di Amerika Serikat, hal itu justru merupakan bagian dari eksperimen pribadi yang telah ia lakukan selama hampir dua dekade.

Dimana dengan penuh risiko, ia menyuntik dan membiarkan digigit ular demi membantu para ilmuwan menemukan alternatif yang lebih efektif dan bermanfaat agar bisa mengatasi efek racun ular berbisa, sebagaimana dilaporkan AP, Senin (12/5/2025).

Jadi, Tim Friede bukanlah seorang ilmuwan atau dokter. namun, dedikasinya untuk menjadikan tubuhnya sebagai bahan uji coba laboratorium sangat menarik banyak minat dunia medis.

Hampir selama belasan tahun terakhir, Friede sengaja menyuntikan bisa ular ke dalam tubuhnya dengan dosis jumlah kecil, lalu menambah lagi jumlahnya seiring waktu, sampai akhirnya ia juga berani mulai digigit langsung oleh jenis ular yang mematikan diantaranya black mamba, cobra, maupun taipan.

“Awalnya, katanya, sangat menakutkan.”

Namun, ketika sudah sering menjalaninya, saya pun semakin tenang dan sampai terbiasa.

Meskipun dengan pendekatan itu tidak dianjurkan oleh profesional medis mana pun, apa yang dilakukan Friede sesuai dengan cara kerja sistem imun. maka ketika racun dalam dosis kecil diberikan berulang kali, antibodi tubuh akan mengembangkan kapasitas untuk melawan racun.

Dengan begitu, selanjutnya membuat darah Friede semakin sangat berharga.

Darahnya Diubah Menjadi Sampel Penelitian

Kini, para ilmuwan di Centivax, laboratorium bioteknologi di California, menganalisis darah Friede untuk menciptakan anti-veno universal. Peter Kwong, dari Universitas Columbia, mengatakan bahwa antibodi dalam darah Friede sangat spesifik dan dikembangkan selama 18 tahun sebagai hasil paparan zat beracun.

Kami memiliki individu luar biasa yang memiliki antibodi luar biasa, kata Kwong.

Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Cell, tim peneliti berhasil mengisolasi dua antibodi yang dapat menetralkan efek racun dari berbagai jenis ular, khususnya yang termasuk jenis mamba maupun cobra.

Meskipun masih dalam tahap awal dan baru diuji pada tikus, hasilnya menawarkan harapan baru untuk menciptakan antibodi yang tidak memerlukan darah hewan, seperti kuda, yang selama ini digunakan.

Saat ini, memproduksi antibisa masih relatif mahal, sulit, dan biasanya terbatas pada jenis ular tertentu. bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 110.000 orang per tahun tewas akibat gigitan ular, terutama di negara-negara berkembang.

Namun, konflik Friede bukannya tanpa konsekuensi. sebelumnya, ia pernah mengalami cedera serius yang mengharuskan amputasi sebagian jarinya.

Dimana dengan gigitan ular cobra mengakibatkan ia sampai dirawat di rumah sakit dengan kondisi serius. sekarang, ia bekerja di Centivax, sebuah perusahaan yang mendukung penelitian dan pengembangan antibisa dari darahnya.

Walaupun bangga dengan usahanya yang sangat berani, Friede memiliki satu pesan penting untuk dibagikan: “Jangan coba-coba ini,” katanya.